Mungkin
untuk sebagian masyarakat Jakarta kurang familiar dengan Jalan Transyogi -- dan
lebih mengenal dengan Jalan Alternatif Cibubur -- yang menghubungkan jalur dari
Bumi Perkemahan Cibubur (atau sekarang orang lebih mengenal Cibubur Junction)
sampai perempatan (fly over) Cileungsi, sepanjang lebih kurang 10 km. Uniknya,
jalur ini ternyata ‘milik’ 4 daerah kabupaten/kota, yaitu Jakarta Timur, Depok,
Bekasi & Kabupaten Bogor, karena secara geografis dilewati oleh jalan ini.
Transyogi
sendiri dipilih menjadi nama jalan, rupanya berasal dari nama
gubernur Jawa Barat periode 1985-1993, yaitu Bapak R. Mohammad Yogie Suardi Memet. Selain ingin menyertakan namanya, ada pertimbangan lain yang dilakukan Pak Gubernur saat akan memberikan nama pada jalan itu, yakni mempengaruhi sisi flora,
kontur tanah dan geometri.
Memang, awal
90-an jalan ini begitu asri dengan berbagai tumbuhan yang ada di sepanjang kiri
dan kanan jalan. Tapi dengan semakin berkembangnya jaman, sekarang sudah
berganti dengan deretan bangunan megah, ruko dan tempat kuliner waralaba, dan
juga perumahan elite. Sehingga bukan lagi keasriannya yang dikenal, tetapi
(sebagai) biang kemacetan, selain (tentu saja) ‘hutan’ spanduk yang sangat
mengganggu di sepanjang jalan.
Pertokoan Citra Gran, lumayan asri.
Macetnya minta ampun !
Spanduk perumahan mendominasi.
Jembatan Cikeas, setelah renovasi.
Spanduk & Baliho dimana-mana.